Surat Terbuka untuk Pemerintah dari Mahasiswa FK UNTAD
Pascal Adventra Tandiabang | Minggu, Agustus 03, 2014 |
Kedokteran
Surat Terbuka untuk Pemerintah (Presiden, DIKTI dan Pemerintah daerah) dan Rektor
Palu, Juli 2014
Kepada YTH
Pemerintah (Presiden, DIKTI dan Pemerintah daerah) dan Rektor
di-Tempat
Kepada YTH
Pemerintah (Presiden, DIKTI dan Pemerintah daerah) dan Rektor
di-Tempat
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Dengan hormat,
Menanggapi pembiayaan per semester untuk mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako, dimana terjadi perubahan yang tampak cukup signifikan dari sejumlah Rp 2.750.000,- menjadi Rp 9.160.000,- terhitung sejak bulan Juli 2014.
Menanggapi pembiayaan per semester untuk mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako, dimana terjadi perubahan yang tampak cukup signifikan dari sejumlah Rp 2.750.000,- menjadi Rp 9.160.000,- terhitung sejak bulan Juli 2014.
Saat ini sudah memasuki masa akhir pembayaran biaya semester atau SPP
bagi mahasiswa Universitas Tadulako untuk periode 2014/2015 bulan
Juli-Januari. Kami selaku mahasiswa klinik mahasiswa kedokteran
Universitas Tadulako menyatakan bahwa beban biaya yang harus kami
tanggung dengan jumlah sebagaimana tertera di atas cukup terasa
memberatkan bagi sebagian besar di antara kami.
Sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 pada paragraf 4 :
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,...”, maka sudah selayaknya pendidikan akan menjadi prioritas pemerintah.
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,...”, maka sudah selayaknya pendidikan akan menjadi prioritas pemerintah.
Fakultas Kedokteran saat ini telah berkembang menjadi sebuah fakultas
dengan daya nilai jual yang tinggi dan seiring berkembangnya hal itu
maka stigma masyarakat tentang mahasiswa kedokteran juga berkembang.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, Fakultas Kedokteran, dimanapun
universitasnya merupakan fakultas dengan sekumpulan mahasiswa yang
“berduit” yang dikenal dengan istilah kaum borjuis. Yah, tidak ada yang
salah dengan istilah itu karena kitalah yang membentuk stigma itu. Namun
apakah pendidikan kedokteran hanya menjadi milik “kaum borjuis” itu?
Dalam sila kelima pada Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, menyatakan secara tegas bahwa rakyat Indonesia berhak mendapatkan keadilan salah satunya dalam bidang pendidikan.
Kami sadar bahwa proses pendidikan juga membutuhkan biaya. Biaya untuk fasilitas, biaya tenaga pengajar, dan biaya lainnya yang dipergunakan dalam menunjang proses pendidikan semuanya diperlukan, tetapi kami juga paham bahwa pemerintah tidak akan pernah tutup mata dengan kondisi ini. Pemerintah pasti selalu memikirkan segala yang terbaik agar rakyat Indonesia bisa menikmati pendidikan itu.
Kami teringat akan seorang anak tukang becak yang memperoleh gelar dokter di Universitas Gadjah Mada. Seorang anak dengan penghasilan orang tua sebesar 20-30 ribu perhari ini mampu mewujudkan mimpinya bahwa suatu saat dia bisa membantu orang lain tanpa pamrih, sebab ia pun pernah merasakan menjadi orang tidak mampu.
Berbagai hal telah diajarkan kami selama kami mengenyam pendidikan kedokteran ini. Nilai-nilai humanistik selalu dijejalkan dalam otak dan terutama dalam hati kami, agar kami senantiasa mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan kami. Keikhlasan adalah kata yang mutlak harus ada dalam hati kami. Nilai-nilai individualistik dan egoisme kami harus dikesampingkan karena bagi kami orang lain yang membutuhkan bantuan kami adalah prioritas bagi hidup kami, namun apakah beban biaya yang harus kami tanggung selama proses pendidikan ini akan mendidik kami menjadi orang-orang yang memiliki nilai keadilan sosial?
Kami sebagai calon dokter memiliki hasrat yang luhur ketika kami menempuh pendidikan kedokteran sejak pertama kali menginjakkan kaki kami di Kedokteran, yakni agar kami dapat mengabdi tanpa pamrih bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Kami memiliki sumpah, seperti yang terkandung dalam sumpah Hippocrates, bahwa
“.......... Dengan kemurnian dan dengan kesucian saya akan mempraktekkan Seni (Kedokteran) ini. Saya akan membantu orang yang sedang dalam penderitaan, ......... Kemanapun saya melangkah saya akan mendahulukan kepentingan orang sakit, dan tidak memberikan persetujuan atau kesediaan untuk melakukan kejahatan, ...........”
Kita semua memahami bersama bahwa karakter individu seseorang ada yang terbentuk sejak ia lahir dan ada pula yang terbentuk karena lingkungannya yang membentuk karakternya, entah apakah ia akan menjadi karakter dengan sifat kepedulian yang tinggi ataukah justru ia akan menjadi individu dengan sifat kepedulian yang rendah? Ketika kita melihat beban biaya pendidikan yang tinggi dan terasa sangat besar bagi sebagian besar di antara kami, maka jangan pernah menyalahkan kondisi jika melahirkan oknum-oknum dokter yang mungkin berpikir untuk memperkaya diri secara material, karena proses pendidikan tidak mengajarkannya demikian.
Sebagian besar di antara kami memiliki mimpi dan keinginan untuk memajukan daerah tempat kami menuntut ilmu, tetapi saat ini mimpi mungkin hanya sebatas kata yang sesuai dengan maknanya bahwa kami hanya bisa mewujudkannya melalui mimpi kami saat kami bisa tertidur karena beban biaya ini pada akhirnya harus memupuskan keinginan kami itu. Tingginya biaya pendidikan yang harus kami tanggung pada akhirnya menyeleksi kami bukan berdasarkan kemampuan dan motivasi baik kami untuk terus mengabdi pada masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tetapi berdasarkan banyak tidaknya uang yang orangtua kami miliki untuk terus membiayai kami sekolah hingga akhir proses pendidikan ini.
Kami pun berharap Anda sekalian sebagai pembuat kebijakan di Sulawesi Tengah untuk memperhatikan kami. Apakah Anda rela Fakultas Kedokteran negeri di Sulawesi Tengah diisi oleh orang-orang dari luar Sulawesi Tengah? Sekali lagi kami sampaikan bahwa anak-anak Sulawesi Tengah sangat mampu secara intelektual untuk menjadi Dokter, namun tidak mampu secara fiansial. Tengok saja daerah-daerah lain yang memperoleh dukungan penuh pemerintah daerahnya, adakah dari mereka yang tidak berprestasi di tingkat Nasional bahkan di tingkat Internasional? Apakah anak-anak bangsa mereka yang menjadi Dokter yang biasa-biasa saja? Mereka sebagian besar menggunakan anak-anak daerah mereka untuk mengabdi bagi daerah mereka, sebab siapa lagi yang peduli terhadap daerah kecuali anak-anak daerah mereka sendiri? Adakah Sulawesi Tengah dapat dibangun secara optimal oleh anak-anak daerah lain? Ketika pemerintah daerah memperhatikan mereka, kami percaya mereka akan berjuang dengan sekuat tenaga tanpa pamrih untuk membangun daerah ini.
Ketika proses pendidikan mengajarkan seorang dokter menjadi seorang “pedagang” maka ketika dalam proses pendidikannya ia sedang membeli “barang" yang mahal maka sudah tentu jika ia telah menyelesaikan proses pendidikan ini, maka ia kembali akan menjual “barang” ini dengan harga yang setimpal pula, hingga stigma masyarakat mengenai biaya kesehatan mahal tidak akan pernah berubah. Masyarakat akan takut berobat ke dokter karena biaya yang harus mereka tanggung sangat besar. Apakah kita membutuhkan calon dokter dengan pemikiran seperti ini?.
Tentunya dari hati nurani bapak/ibu tidak menginginkannya dan bahkan akan mengutuk jika terjadi hal-hal seperti ini. Tetapi apakah hal ini menjadi kesalahan mereka sepenuhnya? Jawabannya tetap tidak, karena proseslah yang membentuk mereka pada akhirnya berpikir seperti itu dan ini juga menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam membentuk karakter ini.
Bagaimana pula dengan orangtua kami? Tidak ada seorang orangtuapun yang ingin melihat harapan anaknya pupus di tengah jalan. Para orangtuapun akan berjuang agar anaknya tetap melanjutkan proses pendidikannya tetapi apakah dengan menjual seluruh harta benda yang kami miliki, meminjam uang kesana-kemari akan menjadi solusi dari biaya pendidikan kami. Untuk sementara yah, tetapi selanjutnya bagaimana? Biaya hidup bukan hanya semata-mata pembiayaan Ko-Ass kami, ada banyak hal yang mesti dibiayai. Biaya hidup sehari-hari, belum lagi kami yang merantau sudah tentu biaya hidup bertambah, dan kami bukanlah anak semata wayang yang segalanya diprioritaskan pada kami. Kami juga punya adik, punya kakak yang masih melanjutkan studi yang juga memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Apakah tidak ada harapan bagi kami untuk melanjutkan studi kami ini. Kami yang bermimpi dan bercita-cita untuk memajukan kesehatan di daerah kami harus mengubur mimpi kami karena kami tidak sanggup membayar biaya pendidikan kami yang tiba-tiba harus naik di tengah jalan. Kami tau dan paham bahwa pemerintah kami, tidak akan pernah menutup mata untuk hal ini dan selalu akan berjuang mencari solusi buat masalah kami.
Menutup surat terbuka ini, kami teringat akan kisah dr. Lo Siaw Ging yang mengobati pasiennya secara gratis, serta dr. F. X. Soedanto yang hanya dibayar seribu rupiah oleh pasiennya. Kami memiliki cita-cita untuk menjadi dokter dengan pengabdian tinggi seperti mereka. Mereka adalah role model kami sebagai calon dokter. Tidak pernahkah terbesit di pikiran Anda bahwa Sulawesi Tengah memiliki ratusan orang dengan cita-cita luhur seperti mereka? Kami berharap bahwa kami pun juga dapat menjadi dokter yang mengabdi tanpa pamrih seperti mereka.
Terimakasih karena Bapak/Ibu mau membaca surat kami dan kami akan sangat berterimakasih karena Bapak/Ibu tidak akan tinggal diam untuk masalah kami ini.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh .
Salam Hangat,
Dokter Muda
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
Dokter Muda
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
Karantina, ngapain sih? - 3
Pascal Adventra Tandiabang | Sabtu, Juni 21, 2014 |
Pascal Adventra
Setelah H-1 SBMPTN, saya tidak tidur dikarantina. Saya pergi
kerumah nenek saya untuk menginap, karena lokasinya dekat dengan tempat ujian
saya di SMAN 1 Makassar. Setelah tiba hari yang dinantikan, saya datang terlalu
cepat, bahkan sedangkan pitu ujian saja masih terkunci. Setelah itu saya masuk
ujian, dan seperti dugaan saya sebelumnya, saya tidak akan mendapat bantuan
apa-apa dan tertor-tentor saya dikarantina, karena diHP saya tidak ada Line,
apalagi BBM. Akhirnya saya berusaha menjawab semua soal dengan kemampunan saya
sendiri dan dengan doa serta harapan penuh kepada Tuhan. Setelah itu saya
pulang lagi ke Pampang, kemudian setelah jam 6 sore, saya kembali lagi
kekarantina, dan mengemasi barang-barang saya.
"Thanks for semua tentor karantina, teman-teman seperjuangan dikarantina, thanks buat kak Marsem, kak Arnis, kak mice, dan pak Dirman serta kak Adi yang selalu buat kamarku bersih setiap hari. Semoga kita akan bertemu kembali"
Karantina, ngapain sih? - 2
Pascal Adventra Tandiabang | Jumat, Juni 20, 2014 |
Pascal Adventra
Cerita sebelumnya; Karantina, ngapain sih? - 1
Pernah ketika tinggal seminggu lebih SBMPTN tiba, tepatnya hari minggu, saya tidur siang dan bagun disore hari, karena hari minggu tidak belajar. Ketika saya bangun, beberapa teman cowok saya mengajak saya jalan-jalan dimalam ini, katanya keliling-keliling kota makassar saja, tapi firasat saya nggak enak. Karena berbagai pertimbangan, akhirnya saya mengiyakan. Pertama, saya pergi ke Gereja bersama kedua teman cowok saya, setelah pulang dari gereja sekitar hampir pukul 9 malam, kami pergi untuk carter mobil, setelah itu kami menjemput seorang tentor, dan menuju kekarantina untuk menjemput beberapa teman kami, pokoknya dimobil kami ada 8 orang.
Pernah ketika tinggal seminggu lebih SBMPTN tiba, tepatnya hari minggu, saya tidur siang dan bagun disore hari, karena hari minggu tidak belajar. Ketika saya bangun, beberapa teman cowok saya mengajak saya jalan-jalan dimalam ini, katanya keliling-keliling kota makassar saja, tapi firasat saya nggak enak. Karena berbagai pertimbangan, akhirnya saya mengiyakan. Pertama, saya pergi ke Gereja bersama kedua teman cowok saya, setelah pulang dari gereja sekitar hampir pukul 9 malam, kami pergi untuk carter mobil, setelah itu kami menjemput seorang tentor, dan menuju kekarantina untuk menjemput beberapa teman kami, pokoknya dimobil kami ada 8 orang.
Perjalanan dimulai, rute pertama, kami menuju ke KFC. Di
KFC, beberapa memesan makanan, sedangkan saya hanya memesan chicken filet,
karena sebelumnya saya barusan makan kebab. Setelah keluar dari KFC, seorang
teman saya pergi membeli rokok, dan setelah kembali kemobil, dia menawari kami
rokok, tetapi hanya 2 orang yang mau merokok, yang pastinya saya tidak.
Rute kedua, kami berjalan-jalan sambil melihat pemandangan
di “Nusantara” sekitar jam 11 malam, tapi hanya melihat tok, tidak berhenti
kok. Kenapa saya kasi tanda kutip ditulisan Nusantara?, mungkin hanya orang
Makassar saja yang tahu.
Rute ketiga, kami pergi karaoke selama 2 jam di Diva. Saya
masuk karaoke disitu, tetapi saya jarang nyanyi karena bosan, tetapi saya lihat
teman saya yang lain sangat menikmati. Saya kurang menikmati karaoke tersebut
karena, ditempat karaoke itu, ruangan tertupup dan penuh asap rokok, jadi saya
sering banget keluar.

Rute keempat, kami kembali melihat-lihat di “Nusantara”,
kemudian mampir di Circle-K dekat Losari, disitu kami ngopi sampai jam 4 subuh,
sambil bercerita tentang SBMPTN bersama tentor yang ikut ini. Setelah itu kami
pergi ketanjung dengan niat untuk tidur sebentar di salah satu ruma siswa
karantina, tetapi sayangnya, dia tidak membawa kunci rumahnya, akhirnya kami
lanjut menuju Tanjung baying.
Kami tiba ditanjung baying sekitar pukul 4:30 subuh, disitu
kami masuk tidak bayar, karena penjaganya tidur, akhirnya kami masuk sampai
kepantainya, tapi hanya suar ombak yang kedengaran, pantainya sama sekali tidak
kelihatan. Bersantai sejenak disitu sampai pukul 5:00 subuh, kami melanjutkan
perjalanan.
Rute terakhir, kami hendak menuju kepantai galasong yang berada
ditakalar. Sampai ditakar jam 6 pagi, kami beristirahat lagi disebuah warung
kecil, sambil membaringkan badan sedikit dikursi rotan, karena pantai galasong
masih tutup. Setelah pukul 8:00 pagi, kami pergi kepantai galasong, dipantai
itu, semua teman dan tertor saya nyebur kekolam renang dan pantai, serta naik banana
boot tetapi saya tidak, karena ssaya
tidak bawa pakaian ganti, kan baru pulang gereja.
Setelah semua ganti pakaian, kami mencoba untuk menaiki
motor ATV, menghadapi rintangan diwahana semacam labirin, dll. Setelah itu kami
yang sudah kantuk total, langsung menuju kekarantina pada pukul 12 siang. Setibanya
kekarantina, saya langsung mandi, terus makan siang, minum obat, langsung tidur
karena saya langsung demam. Untungnya saya tidak pernah sakit agak parah, hanya
kurang enak badan saja, karena kebutuhan vitamin saya selalu terpenuhi, saya
selalu beli susu beruang, C-1000, Vitamin C, dan Madu.
Ketika pengumuman kelulusan SNMPTN, tepatnya tanggal 27 Mei
pukul 13.00, kami semua langsung mengecek kelululusan kami bersama-sama
dilantai II karantina. Kami mengecek satu persatu. Sebulum kami mengecek, kami
sudah buat perjanjian, siapa yang lulus FK, akan dibuang dikolam. Tetapi setelah
semua mengecek, ternyata tidak ada yang lulus FK. Hanya ada satu orang yang lulus SNMPTN tetapi
bukan FK, melainkan Ilmu Hukum UNSRAT. Jadinya, dia tidak mengambil jurusan
ini. Karena tidak ada yang lulus FK, maka yang dibuang adalah tentor kami. Kami
mengangkat tentor ini dari lantai II sampai di kolam renang dan kami
celup-celup dulu sebelum dibuang, akhirnya kami bungang dia. Sebenarnya penceburan
tentor ini sempat kami rekam, sayangnya video itu tidak ada sama saya.
Dikarantina, kami 2 kali mengadakan Baksos kerumah-rumah
kumuh dan panti asuhan, kami membeli barang-barang sendiri, kemudian
mengumpulkannya dikantongan hitam, kemudian membagikannya kepemukiman kumuh
yang jaraknya sekitar 3 kiloan dari karantina sambil berjalan kaki. Yang
serunya, ketika motor gerobak bermerk kaisar yang menggangkut sembako itu sudah
habis, kami berebutan naik disitu untuk pulang, bahkan sampai hampir 20 orang
berdepetan diatas motor itu.
Ketika tinggal seminggu lagu SBMPTN, ada satu hari yang.. Selanjutnya; Karantina, ngapain sih? - 3
Karantina, ngapain sih? - 1
Pascal Adventra Tandiabang | Kamis, Juni 19, 2014 |
Pascal Adventra
Pertama masuk di Karantina, semua siswa lagi belajar, karena
saya nyampenya jam 8 malam. Dalam hati saya “ini rumah mewah banget”, gimana
gak mewah, masuk sampai kemamar saja, saya harus lewatin berbagai ruang dan
kolam renang.
Fasilitas di karantina sangat lengkap. Ada kolam renang, ada kolam ikan jumbo, kolam
ikan terapi, makanan catering yang enak, kamar ber-AC, WC… Nah WC ini menjadi
intimidasi bagi laki-laki, WC untuk cowok hanya ukuran 2.25 M2
sedangan WC cewek ukurannya bahkan ada yang lebih besar dari kamarku yang
ukurannya hanya 8 M2 fasilitas WC-nya juga bagus, ada kaca, bath,
shower, closet seperti yang dibandara, gantungan pakaian, tempat penyimpanan
alat mandi, dan air mereka juga, bisa diubah menjadi panas dan dingin,
sedangkan cowok hanya adak bak mandi, timba, dan closet. Tetapi enaknya WC
cowok, kalau air tidak mengalir, cowok tetap bisa mandi, karena ada baknya,
sedangkan cewek tidak bisa apa-apa, akhirnya mereka mandi di WC cowok, jadi
biasa ada yang gak mandi seharian, bayangkan saja, siswa 76 orang mandi di WC
cowok yang kecil dan hanya ada 3 WC. Kalau bukan gak mandi, masuk WC Berdua
atau bertiga.
Minggu pertama disana, saya terasa berat banget jalani
kehidupan, setiap hari hanya tidur jam 11 malam – jam 6 pagi, jauh beda dengan
kebiasaan di Palu saat SMA. Di Palu tidur hampir jam 9, bagun jam 5 pagi.
Tetapi setelah 3 minggu keatas, saya bahkan lanjut belajar mandiri sampai jam
2 bahkan kadang-kadang sampai jam 4
subuh, terus tidur, bangunnya yang lewat, sekitar jam 7, karena saat mandi
tidak antre lagi, soalnya banyak teman-teman yang gak masuk kelas besar di jam
pertama, mereka masih tidur, dan ada yang belajar di kamar saja.
Yang paling seru ketika di sana itu adalah ketika ada yang
ulang tahun, seorang cewek jalan ke- 12 kamar siswa yang
ada untuk menagih uang sekitar 5 – 10 rubuan. Uangnya itu dipakai untuk beli
kue ulang tahun, lilin, dll.
Yang paling asik itu adalah, hampir tiap minggu kami naik
ke-bus menuju ke MP (Mall Panakukang), sampai di MP, kita masuk ke Ball Room
dan keluar dari Ball Room sekitar jam dua siang, tetapi karena cewek-ceweknya
minta untuk dijemput oleh bus jam 5, jadi 3 jam, kami habiskan untuk
jalan-jalan dalam mall. Teman-temanku yang dikarantina, memang sekitar 90%
orang yang kaya dan makmur, jadi saya meraka masuk nonton dan bayar 50 ribuan,
setelah itu belanja di mana-mana, sedangkan saya biasa saja. Memang ketika
pergi MP, saya bawa uang Rp. 300.000,- tetapi saya gak mau habiskan itu untuk
kesenangan saya sendiri. Pasti ketika saya minta untuk orang tua saya kirimkan
uang lagi, mereka akan kirimkan, tetapi saya yang minta nggak enak banget, sudah
habiskan uang bimbel 18 juta, tiket PP, sekitar 1 juta, masak saya harus
buang-buang uang orang tua saya lagi disana?. Jadi saya hanya masuk took buku
untuk lihat-lihat, main ice skating hanya 10 ribu untuk setengah jam, padahal
saya gak tahu sama sekali, jadi ketika pertama menginjakkan kaki di es, saya
langsung jatuh, dan dilihatin anak SD yang sudah agak mahir. Jadi saya hanya
berpegangan di pinggir arena, sementara yang lain main sambil dance dan atraksi
ditengah arena, saya juga masuk toko
musik juga hanya nanya-nanya, tapi akhirnya ada juga yang saya beli, saya beli
capo untuk gitar, karena dari Palu saya sudah rencanakan, tapi harganya itu
memang murah, hanya 60-an.
Minggu pertama disana, kami rajin sekali berenang , tetapi
lama kelamaaa bosan, dan lama-lama kolamnya sudah kotor bahkan airnya sampai
berwarna hijau karena lagi musim hujan. Jadi siapa yang ulang tahun habis
belajar jam 11 malam, kita rayain dengan ngasi kue Ultah dan di buang kekolam
hijau pekat yang airnya gak sampai setengah. Tetapi ujung-ujungnya semua kena
cebur, karena siapa yang kecebur akan ngejar teman yang lain, dan akhirnya
sampai semua basah, kami gak pandang itu siswa atau tentor, sumua nyeburt dan
akhirnya sekitar jam 2 subuh terpaksa ngantre lagi dikamar mandi karena badan
sudah basah dan berlumut. Kalau gitu yang paling kasihan adalah tentor, mereka
tidak bawa baju ganti, jadi biasa Cuma pakai sarung siswa.
Cukup banyak hal-hal aneh yang kami lakukan dikarantina,
salah satunya adalah seusai midnight show pukul 01:30, kami yang cowok,
belum tidur sampai jam 2. Kami masih duduk bercerita didepan TV. Iseng-iseng
buka CCTV, kami melihat ada dua orang cewek yang turun kedapur untuk memasak
mie. Tiba-tiba ad aide buruk dari seorang teman kami, dan kami setuju. Kami
menyetel nada dering sebuah handphone menjadi lagu sinden jawa yang berjudul
legser wengi. Dan seorang lainnya bertugas membawa HP itu kedapur. Dengan
alasan ambil minum, teman kami ini meletakkan HP itu di kegelapan antara dapur
dan ruang makan. Setelah itu dia kembali kearea cowok. Kami bersiap-siap di
depan CCTV dan kami menelpon HP itu, dan seperti dugaan kami, merekan akan
katakutan dan lari terbirit-birit, sayangnya mereka berdua larinya kearea
cowok, akhirnya sambil menahan tawa, kami matikan CCTV dan berakting pubing
didepan mereka berdua. Setelah menceritakan kejadiaannya, kami mengantarnya
kembali kekamar, dan makanan mereka berdua, kami bagi-bagi. Kejadian ini coba
kamu ulangi sampai 4 kali, sayangnya
yang pertama dan kedua berhasil, tetapi yang ketiga dan keempat gagal, ternyata
mereka sudah tahu, akhirnya kami yang rugi sudah tidak tidur sampai jam 5 subuh
nugguin reksi ketakutan mereka depan CCTV, tetapi gagal.
Ada hal lagi yang gak bisa dilupakan dari karantina, yaitu
laundry. Laundry dikarantina, umunya datang 3 hari sekali. Dan biasanya ada
barang yang hilang, bertambah ataupun tertukar. Semua yang bukan barang milik
kita, kita letakkan di tangga, tetapi ketika ditangga, kami yang cowok, malah
asik memainkan pakaian dam cewek, ada yang ditaruh di muka, dijadikan bola, dan
dilempar-lempar. Tetapi sayangnya ada beberapa pakaian saya yang tidak kembali
bahkan sampai keluar dari karantina.
Pernah ketika tinggal seminggu lebih SBMPTN tiba, tepatnya
hari minggu, saya... cerita selanjutnya klik disini; Karantina, ngapain sih? - 2
Hari Terakhir Ngumpul di Palu - 3
Pascal Adventra Tandiabang | Kamis, April 24, 2014 |
Pascal Adventra


ini seri ke-3. klik disini untuk seri sebelumnya. Berlanjut dihari senin, tanggal 21 april. Saya dan bagus
berniat pergi ke pantai Enu yang jaraknya 50 KM dari Palu. Karena tidak seru
bila cuma pergi berdua, akhirnya kami mengajak teman sekelas, sayangnya hanya
enam orang teman kami yang mau ikut.
Cerita berlanjut dihari selasa, tanggal 22 april, kami bersiap-siap pergi ke-Enu. Pagi-pagi saya pergi kebengkel untuk ganti oli dan tegangin rantai motorku. Setelah itu bareng teman-teman berangkat ke-Enu. Kami berangkat 8 orang, 4 cowok, dan 4 cewek. Diperjalanan kami mampir untu membeli snack dan minuman untuk bekal di Pantai, karena memang dari pagi kami perut kami belum terisi apa-apa. Karena ingatanku samar-samar, aku sempat melewati pantai itu sekitar 5 kiloan, soalnya aku yang pimpin jalan. Setelah sempat bertanya kependuduk setempat, akhirnya kami putar arah. Sempat mengagetkan orang dijalan, karena tiba-tiba menyebrang ditikungan, saya pubing dan memacu motorku agak cepat sambil melihat kekaca spion “jangan sampai orang tadi itu mengejarku” pikirku dalam hati. Dan sepertinya balqish yang aku bonceng tidak tahu apa-apa. Setelah sampai kepantai itu, saya bertanya kepada teman-teman saya yang lain, dan ternyata, tadi mereka meminta maaf kepada orang yang tadi aku tidak sengaja sempat kagetkan dia. Kata novan “Maaf om, yang tadi itu teman kami”. Karena Novan, akhirnya orang itu tidak jadi mengejar kami, padahal orang itu tadi sudah meneriaki kami.
Berhenti cerita soal perjalanan, akhirnya kami masuk
kepantai yang indah itu tanpa bayar uang masuk, hanya bayar parkir saja, 5 ribu
permotor. Pertama tiba, kami kembali melakukan hal wajib yaitu; (foto).
Kemudian kami mandi bareng-bareng, joget, menyanyi, dan beberapa yang lain
lompat dari tebing batu yang cukup tinggi, saya sih nggak berani, soalnya saya
gak tahu berenang. Sayangnya satu teman 2 orang teman kami, Cindy dan Wulan
hanya dipinggir pantai saja berfoto-foto, karena mereka tidak membawa baju
ganti. Setelah jam 1 siang, kami segera pulang untuk beristirahat, karena satu
teman kami jam 3 sore harus pergi sebagai panitia bazaar.
Thanks for Bagus, Kiky, Indy, Balqish, Wulan, Novan dan Anto.
Sesampainya dirumah, saya langsung mandi, dan beristirahat,
karena saya demam tinggi. Saya bagun hampir jam 6 sore. Baru bagun, bagus
datang kerumahku dan menjemputku untuk pergi kebazaar teman kelas kami. Sesampainya
disana, saya hanya duduk diam, karena demam juga, dan berfoto sedikit. Setelah
diberikan makanan dan minumannya, saya makan duduk diam lagi, sementara yang
saya datangi bazaarnya sibuk sendiri di meja panitia. Sebenarnya tujuan awal
saya menunda keberangkatanku, karena bazaar ini. Sayangnya saya dan bagus
pulang dengan agak kecewa, karena bazaarnya tidak seseru apa yang saya
pikirkan.
Setelah itu kami mampir sebentar diswalayan untuk beli
perlengkapan besok, padahal bagus juga tidak tahu kalau besok saya berangkat
untuk ikut bimbel selama 2 bulan. Setelah itu bagus mengantarku kerumah.
Satibanya dirumah, novan dan arhie datang kerumah untuk
mengambil gitar sekolah yang saya pakai dirumah selama hampir 2 bulan. Kami
berempat, saya, bagus, novan dan arhie, masih duduk santai sambil main gitar di
teras depan rumahku. Tiba-tiba papaku yang lagi nyiram bunga sekitar jam 11
malam bertanya padaku “jam berapa tiketmu besok?”. Wah, dalam hatiku, kenapa
papaku pake tanya-tanya segala, padahal aku udah nyembunyiin keberangkatanku
dari teman-temanku. Terpaksa aku jawab “jam 11 pak”. Setelah itu Novan dan
Arhie pulang sambil membawa gitar sekolah dan berkata “selamat berjuang Pascal”.
Kemudian Bagus juga ikut pulang.
Karena berita semalam, tanggal 23 pagi Bagus datang
kerumahku. Bagus datang kerumah hanya untuk “salaman”. Padahal saya bilang ke
dia kalau saya berangkat tanggal 26, tetapi dia tidak percaya. Setelah itu dia
pulang, karena dia juga harus berangkat ke morowali jam 11 ini.
Jam 11 saya berangkat kebandara yang jaraknya hanya 500
meter dari rumahku. Setelah mengurus check-in, saya masuk ruang tunggu dan
mengucapkan selamat tinggal untuk 2 bulan kepada papaku yang mengantar saya
kebandara, karena ini baru pertama kalinya saya pergi meninggalkan orangtua dan
adik-adik saya. Mama saya tidak ikut mengantar saya kebandara, karena masih
ujian disertasi di Malang. Setelah menunggu sebentar, saya naik ke-Pesawat dan
Take Off meninggalkan Palu. Bye Palu :D















