Semua Tentang Sulawesi Tengah
Pascal Adventra Tandiabang | Jumat, Februari 15, 2013 |
Pengetahuan Umum
Sejarah
Wilayah provinsi Sulawesi Tengah
sebelum jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda merupakan
sebuah Pemerintahan Kerajaan yang terdiri atas 15 kerajaan di bawah
kepemimpinan para raja yang selanjutnya dalam sejarah Sulawesi Tengah dikenal
dengan julukan Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat.
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh
ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan
Kerajaan di Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap
atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
- Poso Lage di Poso
- Lore di Wianga
- Tojo di Ampana
- Pulau Una-una di Una-una
- Bungku di Bungku
- Mori di Kolonodale
- Banggai di Luwuk
- Parigi di Parigi
- Moutong di Tinombo
- Tawaeli di Tawaeli
- Banawa di Donggala
- Palu di Palu
- Sigi/Dolo di Biromaru
- Kulawi di Kulawi
- Tolitoli di Tolitoli
Dalam perkembangannya, ketika
Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi
Tengah serta seluruh Indonesia,
Pemerintah Pusat kemudian membagi wilayah Sulawesi Tengah menjadi 3 (tiga)
bagian, yakni:
- Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi.
- Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah dibagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
- Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau.
Tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah
yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Propinsi
Sulawesi Tengah sebagai Provinsi yang otonom berdiri sendiri yang ditetapkan
dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Tengah dan selanjutnya tanggal pembentukan tersebut
diperingati sebagai Hari Lahirnya Provinsi Sulawesi Tengah.
Dengan perkembangan Sistem
Pemerintahan dan tutunan Masyarakat dalam era Reformasi yang menginginkan
adanya pemekaran Wilayah menjadi Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan
kebijakan melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali
dan Banggai Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002 oleh
Pemerintah Pusat terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tengah
yakni Kabupaten Parigi
Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Kini
berdasarkan pemekaran wilayah kabupaten, provinsi ini terbagi menjadi 10
daerah, yaitu 9 kabupaten dan 1 kota.
Sulawesi Tengah juga memiliki beberapa sungai, diantaranya sungai Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Juga terdapat danau yang menjadi obyek wisata terkenal yakni Danau Poso dan Danau Lindu.

Sungai Gumbasa

Danau
Poso

Danau
Lindu
Sulawesi Tengah memiliki beberapa
kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang
memiliki keunikan flora dan fauna yang sekaligus menjadi obyek penelitian bagi
para ilmuwan dan naturalis.
Ibukota Sulawesi Tengah adalah
Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu yang
membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut.
Penduduk asli Sulawesi Tengah
terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
- Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Sigi dan kota Palu
- Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Sigi
- Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
- Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
- Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
- Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
- Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Bare'e berdiam di kabupaten Poso, Touna
- Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
- Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
- Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
- Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
- Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
- Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli
- Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
- Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala
Di samping 13 kelompok etnis, ada
beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala dan Sigi, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli.
Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling
berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat
berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Selain penduduk asli, Sulawesi
Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah
Sulawesi Tengah adalah Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia
sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur. Jumlah penduduk di daerah ini sekitar
2.128.000 jiwa yang mayoritas beragama Islam, lainnya Kristen, Hindu dan Budha.
Tingkat toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Pertanian merupakan sumber utama
mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kelapa, kakao dan cengkeh merupakan
tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam
kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.

Agatis
Eboni

Meranti
Masyarakat yang tinggal di daerah
pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti
Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang
melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara
untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur serta
tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.
Kesenian
Musik dan tarian di Sulawesi
Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional
memiliki instrumen seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih
berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah
beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan
ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang
lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu
keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan
ditampilkan ketika festival.
Tari masyarakat yang terkenal
adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian
diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan
ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar
tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan
berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur
tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang
Dunia II.

Tarian Dero
Agama
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian
besar memeluk agama Islam. Tercatat 72.36% penduduknya memeluk agama Islam,
24.51% memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu serta Budha. Islam
disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera
Barat dan diteruskan oleh Al Alimul Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim
Al Djufri, seorang guru pada sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai Pahlawan
nasional. Salah seorang cucunya yang bernama Salim
Assegaf Al Jufri menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial saat ini.
Agama Kristen pertama kali disebarkan
di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda,
A.C Cruyt dan Adrian.
Flora dan Fauna
Sulawesi merupakan zona
perbatasan unik di wilayah Asia Oceania, dimana flora dan faunanya berbeda jauh
dengan flora dan fauna Asia yang terbentang di Asia dengan batas Kalimantan,
juga berbeda dengan flora dan fauna Oceania yang berada di Australia hingga
Papua dan Pulau Timor. Garis maya yang membatasi zona ini disebut Wallace Line, sementara kekhasan flora dan
faunanya disebut Wallacea, karena teori ini dikemukakan oleh Wallace
seorang peneliti Inggris yang turut menemukan teori evolusi bersama Darwin. Sulawesi memiliki flora dan
fauna tersendiri. Binatang khas pulau ini adalah anoa yang mirip kerbau, babirusa
yang berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena
Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan varitas
binatang berkantung serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang panas.
Hutan Sulawesi juga memiliki ciri
tersendiri, didominasi oleh kayu agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang
didominasi oleh pinang-pinangan (spesies rhododenron). Variasi flora dan
fauna merupakan obyek penelitian dan pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora
dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti Taman
Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan
terakhir adalah Suaka Margasatwa di Bangkiriang.

Taman Nasional Lore Lindu
Senjata Tradisional
Senjata tradisional masyarakat
Sulawesi Tengah adalah Parang (Guma).
